MAKALAH
KESEHATAN REPRODUKSI DAN KELUARGA
BERENCANA
(Pelvic Inflamantory Disease)

Di susun oleh
Kelompok IV
Anggota
:
Meidha
Sinta Suputri Nim :
PO.62.24.2.14.061
Nana
Rianti Nim : PO.62.24.2.14.062
Nur
Eka Nim : PO.62.24.2.14.063
Nurhalimah
Dyah S Nim :
PO.62.24.2.14.064
Osa
Agustin Nim
: PO.62.24.2.14.065
Ovitaloka Nim : PO.62.24.2.14.066
KELAS : REGULER XVI
DIII KEBIDANAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
POLTEKKES KEMENKES PALANGKARAYA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Kesehatan Reproduksi yang berjudul “Penyakit Radang Panggul” (Pelvic
Inflammatory Disease) dengan baik tanpa hambatan.Dengan selesainya makalah ini
disusun, kami mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang
Terhormat Dosen Pembimbing kami serta kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini.Walaupun makalah ini telah selesai,namun karena
keterbatasan kemampuan dan literatur yang kami miliki,sehingga makalah ini jauh
dari sempurna,sehingga besar harapan kami untuk menerima saran dan kritik yang
bersifat konstruktif.
Kami mengucapkan selamat membaca
semoga makalah ini ada manfaatnya bagi pembaca pada umumnya dan ilmu
pengetahuan khususnya.
Palangka raya, September 2015
Kelompok IV
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1.
Latar Belakang 1
1.2.
Rumusan Masalah 1
1.3.
Tujuan
Pembelajaran 1
BAB II PEMBAHASAN 2
2.1.
Pengertian 2
2.2.
Klasifikasi 2
2.3.
Tanda dan Gejala 6
2.4.
Pemeriksaan Yang
Di Lakukan 7
2.5.
Pengobatan 7
BAB III PENUTUP 10
3.1.
Kesimpulan 10
3.2.
Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelvic
Inflammatory Disease (PID) adalah istilah klinis umum untuk infeksi traktus
genital atas. Terdapat sekitar 1 juta kasus PID di Amerika Serikat setiap
tahunnya. Prevalensi ini meningkat pada negara berkembang dengan masyarakat
sosioekonomik rendah.
Lebih dari seperempat pasien PID membutuhkan rawatan di rumah sakit.
Lebih dari seperempat pasien PID membutuhkan rawatan di rumah sakit.
Resiko
meningkat pada daerah dengan prevalensi penyakit menular seksual tinggi akibat
dari aktivitas seksual bebas dan berganti pasangan. Negara berkembang seperti
Indonesia memiliki segala resiko yang menyebabkan rentannya terjadi PID pada
wanita Indonesia.Untuk itu, diperlukan pencegahan dan penatalaksanaan yang
tepat untuk mengurangi prevalensi PID. Karenanya, dibutuhkan pengetahuan
tentang PID agar dapat dicegah, didiagnosa dini, dan ditatalaksana dengan cepat
dan segera.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun
masalah yang akan dibahas pada makalah ini, yaitu:
1. Apa
pengertian pelvic inflammatory
disease
(PID)?
2. Apa
saja klasifikasi pelvic inflammatory
disease (PID)?
3. Apa
saja tanda dan gejala pelvic inflammatory
disease (PID)?
4. Apa pemeriksaan yang di lakukan pada pelvic
inflammatory disease (PID)?
5. Apa pengobatan untuk pelvic inflammatory disease
(PID)?
1.3. Tujuan Pembelajaran
Adapun tujuan penulisan yang akan dibahas pada
makalah ini, yaitu:
1. Mengetahui
pengertian pelvic inflammatory
disease
(PID)?
2. Mengetahui
apa saja klasifikasi pelvic
inflammatory disease (PID)?
3. Mengetahui
apa saja tanda dan gejala pelvic
inflammatory disease (PID)?
4. Mengetahui apa pemeriksaan yang di lakukan pada pelvic
inflammatory disease (PID)?
5. Mengetahui apa pengobatan untuk pelvic inflammatory
disease (PID
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian
Penyakit Radang Panggul (PID: Pelvic Inflammatory Disease) adalah
infeksi pada alat genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi endometrium, tubafalopii,
ovarium, miometrium, parametria, dan peritonium panggul. PID adalah infeksi
yang paling peting dan merupakan komplikasi infeksi menular seksual yang paling
biasa (Sarwono,2011; h.227)
Pelvic Inflamatory Disease adalah
suatu kumpulan radang pada saluran genital bagian atas oleh berbagai organisme,
yang dapat menyerang endometrium, tuba fallopi, ovarium maupun miometrium
secara perkontinuitatum maupun secara hematogen ataupun sebagai akibat hubungan
seksual. (Yani,2009;h.45)
Pelvic
Inflamatory Diseases (PID) adalah infeksi alat kandungan tinggi dari
uterus, tuba, ovarium, parametrium, peritoneum, yang tidak berkaitan dengan
pembedahan dan kehamilan. PID mencakup spektrum luas kelainan inflamasi alat
kandungan tinggi termasuk kombinasi endometritis, salphingitis, abses tuba
ovarian dan peritonitis pelvis. Biasanya mempunyai morbiditas yang tinggi.
Batas antara infeksi rendah dan tinggi ialah ostium uteri internum (Marmi,
2013; h.198)
2.2. Klasifikasi
Menurut Yani (2009;h.45-50)
bentuk-bentuk PID:
1.
Endometritis
Endometritis adalah suatu peradangan pada endometrium
yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan.
Endometritis
paling sering ditemukan terutama:
a.
Setelah seksio sesarea
b.
Partus lama atau pecah ketuban yang lama
Diagnosa
banding endometritis meliputi infeksi traktus urinarius, infeksi pernafasan,
septicemia, tromboflebitis pelvis, dan abses pelvis.
Penatalaksanaan
pada endometritis:
a.
pemberian antibotika dan drainase
yang memadai
b.
Pemberian cairan intra vena dan elektrolit
c.
Penggantian darah
d.
Tirah baring dan analgesia
e.
Tindakan bedah
Menurut Yani (2010;h.46-47) endometritis dibagi 2:
1)
Endometritis
akut
Pada
endometritis akut endometrium mengalami endema dan hiperemi terutama terjadi
pada post partum dan post abortus.
Penyebab :
a.
Infeksi gonorhoe dan infeksi pada abortus dan partus
b.
Tindakan
yang dilakukan di dalam uterus seperti pemasangan IUD, kuretase
Gejala-gejala :
a.
Demam
b.
Lochia
berbau
c.
Lochia lama berdarah bahkan metrorhagia
d.
Tidak menimbulkan nyeri jika radang tidak menjalar ke
parametrium atau perimetrium
Penatalaksanaan
:
Dalam
pengobatan endometritis akut yang paling penting adalah berusaha mencegah agar
infeksi tidak menjalar. Adapun pengobatannya adalah:
a.
Uterotonik
b.
Istirahat, letak fowler
c.
Antibiotik
2)
Endometritis kronika
Endometritis tidak sering ditemukan.
Pada pemeriksaan microscopic ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit
Gejala-gejala klinis endometritis kronika :
a.
Leukorea
b.
Kelainan haid seperti menorhagie dan metrorhagie.
Pengobatannya
tergantung pada penyebabnya, endometritis kronika ditemukan :
a.
Pada tuberculosis
b.
Pada sisa-sisa abortus atau partus yang tertinggal
c.
Terdapat corpus alineum di cavum uteri
d.
Pada polip uterus dengan infeksi
e.
Pada tumor ganas uterus
f.
Pada salpingo ooforitis dan selulitis pelvic
2.
Myometritis
Biasanya
tidak berdiri sendiri tetapi lanjutan dari endrometritis, maka gejala-gejala
dan terapinya sama dengan endrometritis. Diagnosa hanya dapat dibuat secara
patologi anatomis.
3.
Parametritis (celulit pelvica)
Parametritis
yaitu radang dari jaringan longgar didalam ligament latum. Radang ini biasanya
unilateral.
Diagnose
banding adnexitis lebih tinggi dan tidak sampai kedinding panggul biasanya
bilateral.
Etiologi
parametritis dapat terjadi:
a.
Dari endometritis dengan 3 cara
1.
Percontinuitatum: endometritis, metritis, paraetritis
2.
Lymphogen
3.
Haematogen: phlebitis, periphelbitis, parametritis.
b.
Dari robekan servik
Perforasi uterus oleh alat-alat
(sonde, kuret, IUD).
Gejala:
1.
Suhu tinggi dengan demam menggigil
2.
Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum,
seperti muntah, derense dll. Terapi antibiotic.
4. Salpingitis
akut
Diagnose
banding kehamilan ektopik, tidak ada demam, KED tidak tinggi, dan leokosite
tidak seberapa. Jika tes kehamilan positif, maka adneksitis dapat
dikesampingkan, tetapi jika negative keduanya mungkin.
Appendicitis
tempat nyeri tekan lebih tinggi (Mc burney). Salpingitis menjalar ke ovarium
hingga terjadi oophoritis. Salpingitis dan oophoritis diberi nama adnexitis.
Etiologi
paling sering disebabkan oleh gonococcus, disamping itu oleh staphylococcus,
streptococcus dan bactery tbc.
Infeksi
dapat terjadi sebagai berikut:
a.
Naik dari kavum uteri
b.
Menjalar dari alat yang berdekatan seperti dari
appendiks yang meradang
c.
Haematogen terutama salpingitis tuberculosa.
Salpingitis biasanya bilateral.
Gejala:
a.
Demam tinggi dengan menggigil
b.
Nyeri perut kanan kiri bawah, terutama jika ditekan
c.
Defense kanan dan kiri atas ligament pourpart
d.
Mual dan muntah ada gejala abdomen akut karena terjadi
rangsangan peritoneum
e.
Terkadang ada tendensi pada anus karena proses dekat
pada rectum dan sigmoid
f.
Pada periksa dalam, nyeri jika portio digoyangkan,
nyeri kiri dan kanan dari uterus terkadang ada penebalan dari tuba.
5. Pelvioperitonitis (Perimetritis)
Biasanya terjadi sebagai lanjutan
dari salpingoophoritis. Kadang – kadang terjadi dari endometritis.
Etiologi :
a. GO
b. Sepsis (
Post partum dan post abortus )
c. Dari
appendicitis.
Pelvioperitonitis dapat menimbulkan
perlekatan-perlekatan dari alat-alat dalam rongga panggul dengan akibat perasaan
nyeri atau ileus.
Dapat dibedakan menjadi 2 bentuk:
a. Bentuk yang
menimbulkan perlekatan-perlekatan tanpa pembuatan nanah.
b. Bentuk
dengan pembentukan nanah yang menimbulkan douglas abses.
1)
Pelvioperitonitis akut
Gejala :
Nyeri diperut bagian bawah.
Diagnosa :
Pada periksa dalam teraba infiltrat dalam cavum douglasi, tapi
kadang-kadang hanya ada penebalan lipatan cavum douglasi yang teraba sebagai
piggir yang keras. Sebagai akibat pelveoperitonitis dapat terjadi douglas abces. Douglas abcas ini dapat
pecah ke dalam rectum atau ke dalam fornix posterior vaginae.
Douglas
abses dapat terjadi karena :
a) Nanah yang
keluar dari salpingitis purulenta.
b) Pyosalping
yang pecah.
c) Haematocele
retrouterina yang terinfeksi.
d) Abses
ovarium yang pecah.
e) Dari abses
appendiculer.
f) Pelveoperitonitis
purulenta.
g) Perforasi
usus pada typus abdominalis ( terutama dinegara yang sedang berkembang).
Gejala :
a) Demam
intermitens, pasien menggigil.
b) Tanesmi ad
anum.
Diagnosa :
a) Pada periksa
dalam teraba masa yang kenyal yang berfluktuasi dalam cavum douglasi dan nyeri
tekan.
b) KED tinggi
dan gambaran darah toksis.
Diagnosa
banding :
a) Haematocele
retroutenia : terjadi lambat laun dan setelah beberapa lama menjadi keras.
b) Tumor tumor
retrouterin: biasanya batas batasanya jelas, kadang kadang dapat digerakkan.
c) Abses dalam
parametrium: terletak dalam ligamen sakro uterinum
Terapi :
a) Antibiotik
bordspecrtum
b) Istirahat
dalam letak flower
c) Opiat untuk
mengurangi rasa nyeri
d) Infus untuk
mempertahankan galance elektrolit
e) Dekompresi
dengan Abott Miller Tube
f)
Pada douglas
abses dilakukan kolpotomia posterior , kalau setelah kolpotomi tidak segera ada perbaikan harus dicari
sebab-sebab ekstra genital, misal perforasi usus karena typus abdominalis.
2.3. Tanda
dan Gejala
Tanda :
·
Nyeri abdominal bawah, biasanya bilateral
·
Pengeluaran secret mukopurulen dan terdapat servisitis
menggunakan spekulum
·
Nyeri pergerakan pada Serviks dan nyeri adneksa pada
pemeriksaan vagina bimanual
·
Demam lebih dari 38oC tapi terkadang juga
apreksia
Gejala :
1.
Tegang nyeri
abdomen bagian bawah
2.
Tegang nyeri
adneksa unilateral dan bilateral
3.
Tegang nyeri
pada pergerakan servik
4.
Temperatur
di atas 38 o C
5.
Pengeluaran
cairan servik atau vagina abnormal
6.
Peningkatan
C reaktif protein
7.
Pada
pemeriksaan lendir servik dijumpai clamidia trachomatis atau neisseria gonorhoe
8.
Laju endap
darah meningkat
2.4.
Pemeriksaan Yang Di lakukan
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menyingkirkan:
1. Tes kehamilan: Pemeriksaan serum
kehamilan untuk menyingkirkan KET
2. Swabs serviks untuk mengetahui
penyebab: (+) untuk Klamidia dan Gonorea, hasil (-) masih bisa menunjukkan PID
akibat penyebab alin
3. Meningkat nya laju endap darah dan
C-protein: menunjukkan adanya infeksi
4. Biopsy endometrium
- Pemeriksaan USG per vaginam dan per pelvis: untuk menyingkirkan KET usia > 6 minggu
- Kuldosintesis: untuk mengetahui bahwa perdarahan yang terjadi diakibatkan oleh hemoperitoneum (berasal dari KET yang rupture atau kista hemoragik) yang dapat menyebabkan sepsis pelvis (salpingitis, abses pelvis rupture, atau apendiks yang ruptur)
5. Laparoskopi : Untuk melihat langsung gambaran tuba fallopi.
Pemeriksaan ini invasive sehingga bukan merupakan pemeriksaan rutin. Untuk
mendiagnosis penyakit infeksi pelvis, bila antibiotik yang diberikan selama 48
jam tak member respon, maka dapat digunakan sebagai tindakan operatif
- Urinalisis dan kultur urin untuk meng-ekslusi infeksi saluran
Catatan:
·
Tak ada satu
pun pemeriksaan yang sensitive atau pun spesifik untuk menegakkan diagnosis
penyakit infeksi pelvis ini
·
Bila pasien
dicurigai menderita PID maka temui dokter secepatnya untuk mencegah terjadinya
infertilitas
2.5.
Pengobatan
Terapi PID
harus ditunjukan untuk mencegah kerusakan tuba yang menyebabkan infertilitas
dan kehamilan ektopik, serta pencegahan infeksi kronik. Banyak pasien yang
berhasil diterapi dengan rawat jalan dan terapi rawat jalan dini harus menjadi
pendekatan terapeutik permulan. Pemilihan antibiotika harus ditunjukan pada
organisme etiologic utama ( N. gonorrhea atau C. trahomatis) tetapi juga harus
mengarah pada sifat polimikrobial PID.
Untuk pasien
denagn PID ringan atau sedang terapi oral dan parenteral mempunyai daya guna
yang sama. Sebagian besar klinisi menganjurkan terapi parenteral paling tidak
selama 48 jam kemudian dilanjutkan dengan terapi oral 24 jam setelah ada
perbaikan klinis.
1. Terapi
Parenteral
a.
Rekomendasi
terapi parenteral A
1) Sefotetan
2 g intravena setiap 12 jam atau
2) Sefoksitin 2
g intravena setiap 6 jam ditambah
3) Doksisiklin
100 mg oral atau parental setiap 12 jam
b.
Rekomendasi
terapi parenteral B
1)
Klindamisin
900 mg setiap 8 jam ditambah
2)
Gentamisin
dosis muatan intravena atau intramuskuler
(2 mg/kg berat badan) diikuti dengan dosis pemeliharaan (1,5 mg/kg berat
badan) setiap 8 jam. Dapat digantikan dengan dosis tunggal harian.
c.
Terapi
parenteral alternatif
Tiga terapi alternatif telah dicoba dan mereka mempunyai cakupan spektrum
yang luas.
1) Levofloksasin
500 mg intravena 1x sehari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg intravena
setiap 8 jam atau.
2) Ofloksasin
400 mg intravena setiap 12 jam dengan atau tanpa metronidazol 500 mg intravena
setiap 8 jam.
3) Ampisilin/sulbaktam
3 g intravena setiap 6 jam ditambah doksisiklin 100 mg oral atau intravena
setiap 12 jam.
2. Terapi Oral
Terapi oral dapat dipertimbangkan umtuk
penderita PID ringan atau sedang karena kesudahan klinisnya sama dengan terapi
parenteral. Pasien yang mendapat terapi oral dan tidak menunjukkan perbaikan
setelah 72 jam harus dire-evaluasi untuk memastikan diagnosanya dan diberikan
terapi parenteral baik dengan rawat jalan maupun inap.
a. Rekomendasi terapi A
1) Levofloksasin
500 mg oral 1x setiap hari selama 14 hari atau doksisiklin 400 mg 2x sehari
selama 14 hari, dengan atau tanpa
2) Metronidazol
500 mg oral 2x sehari selama 14 hari.
b.
Rekomendasi
terapi B
1) Seftriaxon
250 mg intramuskuler dosis tunggal ditambah doksisiklin oral 2x sehari selama
14 hari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari,
atau
2) Sefoksitin 2
g intramuskuler dosis tunggal dan probenesid ditambah doksisiklin oral 2x sehari selama 14 hari
dengan atau tanpa metronidazol 500 mg oral 2x sehari selama 14 hari, atau
3) Sefalosporin
generasi ketiga (misal seftizoksin atau sefotaksim) ditambah doksisiklin oral
2x sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg oral 2x sehari
selama 14 hari.
(Sarwono.2011;h.230)
PID tanpa
komplikasi bisa di obati dengan antibiotik dan penderita tidak perlu di rawat.
Jika terjadi komplikasi atau penyebaran infeksi, maka penderita harus dirawat
di rumah sakit.Antibiotik diberikan secara intravena lalu diberika peroral.
Jika tidak ada respon terhadap pemberian antibiotik,mungkin perlu dilakukan
pembedahan. Pasangan seksual penderita sebaiknya juga menjalani pengobatan
secara bersamaan dan selama menjalani pengobatan jika melakukan hubungan
seksual,pasangan penderita sebaiknya menggunakan kondom
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Pelvic inflammatory disease (PID) adalah penyakit
infeksi dan inflamasi pada traktur reproduksi bagian atas, termasuk uterus,
tuba fallopi, dan struktur penunjang pelvis. PID biasanya disebabkan oleh
mikroorganisme penyebab penyakit menular seksual seperti N. Gonorrhea dan
C. Trachomatis. PID disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme secara asenden ke
traktus genital atas dari vagina dan seviks. Mekanisme pasti yang bertanggung
jawab atas penyebaran tersebut tidak diketahui, namun aktivitas seksual mekanis
dan pembukaan serviks selama menstruasi mungkin berpengaruh. Secara
tradisional, diagnose PID didasarkan pada trias tanda dan gejala yaitu, nyeri
pelvic, nyeri pada gerakan serviks, dan nyeri tekan adnexa, dan adanya demam.
Laparoskopi adalah standar baku untuk diagnosis defenitif PID. Terapi dimulai
dengan terapi antibiotik empiris spectrum luas. Penanganan juga termasuk
penanganan simptomatik seperti antiemetic, analgesia, antipiretik, dan terapi
cairan. Pasien yang tidak mengalami perbaikan klinis setelah 72 jam terapi
harus dievaluasi ulang bila mungkin dengan laparoskopi dan intervensi
pembedahan. Prognosis pada umunya baik jika didiagnosa dan diterapi segera.
Prognosis pada umunya baik jika didiagnosa dan diterapi segera.
3.2.
Saran
Untuk menghindari Penyakit Radng Panggul
yang sering dialami oleh kebanyakan wanita sebaiknya dimulai terlebih dahulu
dari hal yang paling mudah yaitu menjaga diri termasuk merawat pada daerah yang
rawan mikroba termasuk di daerah genetalia bagian dalam vagina,agar terhindar
dari bakteri yang dapat menyebabkan rasa nyeri,serta harus setia pada satu
pasangan saja.Dan mulailah menjaga anggota tubuh kita agar terhindar dari
penyakit
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk. 2009. Memahani Kesehatan Reproduksi Wanita. EGC: Jakarta
Marmi. 2013. Kesehatan Reproduksi.
Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan.Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta
Widyastuti,Yani dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya: Yogyakarta
http://modulkesehatan.blogspot.co.id/2013/05/makalah-pelvic-inflammatory-disease-pid.html di akses
tanggal 28 september 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar